01 Mac 2008

AKU INGIN MENYERAH

KL BAHASA TLAH TERKUNCI, AKU HARUS BICARA APA LAGI.
APA AKU HARUS BICARA DENGAN BAHASA KUNCI?
SEMENTARA BAHASA KUNCI ADALAH MILIK MEREKA YANG BERKUASA.
DIMANA BISA KUDAPATKAN KUNCI ITU,
AGAR AKU BISA BERTERIAK KERAS, AKU TERCEKIK DAN HAMPIR MATI.
KEMANA KUNCINYA?
AKU MAU BICARA.
MAU ....................
BICARA DENGAN BAHASA KUNCI BIAR MEREKA MENGERTI.


AKU INGIN BERTERIAK DAN MENGATAKAN PADA SETIAP GUGUSAN WAKTU
YANG DATANG.
BIAR SETIAP PENGEMBARA YANG LEWAT JADI DIAM TAK MELANGKAH.
KU CARI BAHASA KUNCI PADA DATARAN WAKTU.
SIAPAPUN YANG MENGASUH HASRAT MEMILIKI ADALAH PENGELANA SEJATI
INGIN KUTEMUKAN KUNCI ITU AGAR BISA MEMBUKA KESADARAN YANG
TERLUCUTI.
BAHKAN TERSIRAT JELAS YANG ASALNYA TERSEMBUNYI DIBALIK MIMPI.
KALI INI BIARKAN AKU MENJERIT PECAHKAN SETIAP HASRAT.
SAMPAI PENGELANA MENATAP GELAP DALAM TERANG YANG TERSEMBUNYI.





Mungkin hanya ini yang bisa aku lakukan, karena aku sendiri juga tidak tahu harus
mengadu pada siapa. Kali ini aku mau bercerita bagaiman profesiku. Aku dituntut
untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan ibu juga bayi. Memberikan pelayanan yang terbaik tanpa membedakan status orang yang datang. Ini adalah tugas seorang pelayan kesehatan.
Sudah lama saya ingin berteriak keras kepada pemda tempat saya bernaung. Terjadi ketidakadilan dan diskriminasi yang sangat mencolok. Saya hanya ingin mengatakan apa sebenarnya terjadi dilapangan dimana sebagian besar orang tidak tahu dan tidak mau tahu. Mereka melihat bahwa hanya para guru yang merasa terabaikan kesejahteraannya.
Coba anda semua berpaling sejenak untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi dilapangan selain melihat sepak terjang seorang guru. Saya dan teman-teman tak menuntut banyak dari pemerintahan ini. Hanya saja tolong hargai jerih payah kami dalam menjaga kesehatan masyarakat dengan memberikan gaji kami tepat waktu. Kami memang bukan pegawai negeri, apa salah kalau kami menuntut hak? Resiko yang kami hadapi sangat berat, banyak diantara kami yang akhirnya menyerah dan satu persatu pergi. Resiko tertular penyakit, keadaan medan yang berat, ditambah lagi gaji yang tidak pernah tahu kapan turunnya, tak ada jaminan kesehatan meskipun kami sendiri adalah tenaga kesehatan. Pernah suatu ketika saya ingin menyerah, karena sudah tidak tahan dengan keadaan ini. Tapi kuurungkan niat itu, ketika melihat seorang bayi lahir dengan selamat dan terlihat senyum bahagia seorang ibu.
Ilmu dan teknologi berkembang pesat, begitu juga dengan profesi kami . Kami dituntut untuk mengikuti perkembangan tersebut dengan dana yang dianggarkan sangat minim. Ini memang untuk kami pribadi, kalo saja pelatihan itu tidak semahal itu, kami akan dengan senang hati mengikutinya. Bagaimana kami bisa mengikutinya sementara gaji saja tak jelas tanggal turunnya. Apa kami harus terus menerus ngebon melulu?
Ada yang dapat biaya sekolah gratis tapi enak enakan dalam belajar. Tak pernah tahu kapan masuk belajarnya tau-tau dah dapat ijazah. Yang benar saja donk ngasih dana pendidikannya. Bagaimana generasi kita bisa cerdas kalo begitu caranya?
Mungkin cukup itu saja yang saya sampaikan. Terima kasih tlah mendatangi blog ini.
Jangan pernah berhenti untuk melihat blog ini karena banyak hal yang akan anda temukan disini.

Catatan :
Tulisan diatas adalah sebuah suara hati seorang bidan yang bertugas didaerah terpencil di salah satu kota di Jawa Timur yang sudah sekian lama terpendam karena tidak tahu kepada siapa harus di ceritakan. Semoga dapat mengetuk hati para "Pemegang Kunci" kekuasaan.

Tiada ulasan: